Demo Blog

BOBROKNYA PELAYANAN MEDIS RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) ACEH TAMIANG

by humaira institute on Nov.22, 2009, under



-KRITIK TERBUKA-
BOBROKNYA PELAYANAN MEDIS
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) ACEH TAMIANG
Oleh: Jonie Hermansyah (*)

Pelayanan kesehatan adalah suatu harga yang sangat mahal untuk ditebus bagi masyarakat di Aceh Tamiang tidak terkecuali untuk Golongan Atas, Menengah apalagi kaum Ekonomi Lemah (baca; miskin) yang hanya mengandalkan sepucuk surat keramat atau yang lebih dikenal dengan Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS).

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tamiang yang lebih populer di kalangan masyarakat tamiang sebagai “Rumah Sakit Rujukan” ternyata memang begitu adanya, ini menandakan kurangnya tenaga ahli medis yang profesional untuk merawat pasien-pasien yang membutuhkan perawatan/pelayanan medis secara optimal.

Harapan masyarakat para pekerja Medis dapat menjadi salah satu tumpuan penyembuhan /keselamatan bagi pasien juga keluarga pasien yang membutuhkan pelayanannya, namun dibalik itu banyak pasien maupun keluarga pasien merasa kecewa ketika para pekerja medis melakoni pekerjaan dengan ketidak pedulian terhadap kaum pengguna jasanya.

Paparan Kronologis
6 April 2010 pada jam 10.25 wib seorang (termasuk golongan Atas) warga BTN Satelit Graha Tanah Terban Kec. Karang Baru yang pernah mengalami Stroke, jatuh dari tempat tidur di rumahnya dan di bawa ke Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Tamiang untuk mendapatkan pertolongan pertama, selang beberapa puluh menit kemudian di bawa ke ruang ICU namun sangat disayangkan; ternyata mendapatkan pelayanan yang jauh baik “BURUK” dari sebelumnya.

Pasien pada saat di ruang Isolasi ICU mengalami kesakitan yang luar biasa sejak beberapa saat setelah berada di ruang ICU, pada saat merintih-rintih kesakitan (gelisah dan meronta) para perawat menanganinya tidak seperti yang diharapkan, para perawat sambil tertawa-tawa ketika mau memberikan injeksi (diazipam) agar pasien merasa tenang, ketika di tanya oleh pihak keluarga pasien mengapa tertawa ternyata jawaban yang diterima tidak selayaknya di dengar, salah satu perawat mengatakan “sengaja begitu untuk menghilangkan stress”, lelucon ini mungkin sering terjadi di RSUD Tamiang, pelayanan di ICU saja begitu bagaimana di ruang perawatan lainnya?.....

Kejadian yang aneh bahkan langka terjadi pada beberapa jam kemudian, pasien masih meronta kesakitan yang luar biasa, ada sekitar 6 (enam) orang yang memegang pasien (2 org dari pihak keluarga) agar tidak meronta-ronta menahan sakit yang begitu luar biasa namun berselang beberapa menit kemudian para perawat meninggalkan pasien yang sedang gelisah dan meronta untuk makan siang bersama di salah satu ruangan sementara pasien di tinggalkan begitu saja.

Ternyata para perawat di ruang ICU lebih mementingkan sejengkal perutnya daripada melakukan pelayanan terhadap pasien yang lagi kritis. Sore menjelang mahgrib karena tidak ada perubahan kondisi pasien pihak keluarga meminta agar pasien dirujuk ke salah satu Rumah Sakit di Medan.

Sebelum Pendonor Menyumbangkan Darah Meninggal Dunia.
Seorang pasien warga Kampung Suka Ramai Kecamatan Rantau yang mendapatkan perawatan di ruang Cut Meutia RSUD Tamiang pada kamis 8 April 2010 dan beberapa hari kemudian Meninggal Dunia pada Minggu 11 April 2010 jam 21.30, pasien berdasarkan diagnosa mengalami penyakit paru-paru dan disarankan oleh dokter untuk melakukan Transfusi Darah namun anehnya pada minggu sore setelah ada 2 (dua) orang kerabat pasien ingin mendonorkan darahnya untuk pasien, ternyata para perawat menolak untuk dilakukan transfusi darah tersebut kepada pasien, dengan alasan yang klasik perawat tersebut mengatakan “Tunggu hari senin karena TIDAK ADA DOKTER”. Sebenarnya; jika tranfusi darah itu memang harus dilakukan dan dianggap emergency kenapa pihak Rumah Sakit tidak men stand by kan dokter yang menangani pasien tersebut?

Suatu hal yang sangat mustahil jika para pengendali Rumah Sakit Umum Daerah Tamiang dan Dinas Kesehatan Aceh Tamiang tidak mengetahui bobroknya pelayanan di ruang lingkupnya ataukah memang tidak memiliki ke profesionalan para pekerja medis yang ada, dr. Maryan selaku pemimpin RSUD Tamiang sepertinya tidak pernah melakukan check and recheck para staff medisnya terhadap pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Adakah MAFIA KESEHATAN bermain di TAMIANG?.


(*) Penulis adalah Direktur Eksekutif humaira institute
Aceh Tamiang
0 komentar more...

Djenderal Major Tgk. Amier Hoesain Al-Moedjahid Mantan Pimpinan Umum Tambang Minyak Aceh dan Sumut (TMA/SU) Di Diskriminatifkan oleh PT. PERTAMINA

by humaira institute on Nov.22, 2009, under


“Tambang Minyak Aceh/Sumut merupakan embrio Pertamina sekarang, dan saya pernah sebagai Pemimpin Umumnya, saya tidak mendapatkan apa-apa dari Perusahaa Negara ini”, ujar Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid di The Indonesia Times pada 3 Mei 1976 lalu.

Sebuah sumur yang belumpur itu pada dahulunya dikenal dengan Telaga Said namun Pertamina menamainya dengan Telaga Tunggal-I yang berlokasi sekitar ± 15 Km dari Pangkalan Berandan - Sumatera Utara, di sumur yang mengandung Minyak tersebut oleh seorang Aekol Ch. Zylker (Administrator Perkebunan Tembakau di Langkat – Sumatera Utara) pada 8 Agustus 1883 mendatangi Konsesi untuk minyak di sumur itu, dua tahun berselang setelah dilakukan pemboringan, pekerjaan yang dilakukannya tidaklah sia-sia dan untuk pertama kalinya pada 15 Juni 1885 Zyilker mengkomersilkan produksi galian tambang minyaknya yang kemudian menjadikan tanggal 15 Juni sebagai pancangan pertama seabad perminyakan di Indonesia.

Telaga Said; Cikal Bakal PT. Pertamina.
Konsesi yang dikuasai oleh Zylker akhirnya pada tahun 1890 berpindah tangan kepada Koninklijke Nederlandsche Maatschappij tot Explotatie van Petroleum Nederland Indie yang di motori oleh De Gelder dengan menanamkan modalnya pada Indonesia 1,3 juta gulden yang terdiri dari 1.300 saham. Di tahun 1897 maskapai minyak tersebut mengubah diri menjadi N.V. Koninklijke Nederlands Petroleum Maatschappij yang dikomandoi oleh Kessler, seiring berjalan maskapai ini menambahkan modalnya kembali sebesar 3 juta gulden tunai dan 1,5 juta gulden yang berbentuk saham Prioritas.

Dwi Peneliti Dr. Rombouts dari Amsterdam dan Dr. Engler asal Jerman; minyak yang terkandung pada Telaga Said (Telaga Tunggal-I) adalah Mutu yang terbaik dari yang telah disedot di Amerika dan Rusia, dari Telaga Tunggal–I ini semasa itu N.V. Koninklijke Nederlands Petroleum Maatschappij mengeruk keuntungan sebesar 371 juta gulden, dua tahun kemudian pada tahun 1892 perusahaan ini membangun pabrik dengan kapasitas produksi 3.000 ton perhari dan dengan kapasitas produksi yang besar itu pada tahun 1898 dibangun sebuah pelabuhan ekspor minyak pertama di Indonesia yang berlokasi di Pangkalan Susu – Sumatera Utara.

Dalam hal pembagian bagi hasil yang diperoleh Sultan Langkat (30 sen untuk minyak mentah yang masih kotor dan 15 sen untuk minyak bersih setiap hektoliter) dari hasil konsesi tersebut memang relatif sedikit dibandingkan pendapatan yang diperoleh N.V. Koninklijke Nederlands Petroleum Maatschappij.

Keterkaitan para Uleebalang di Aceh terhadap Korteverklaring yang mengharuskan tunduk kepada Pemerintahan Hindia Belanda menjadikan embrio gejolak penolakan oleh Uleebalang Peureulak di Aceh Timur yang memiliki lahan-lahan tambang minyak.

Pada tahun 1907 N.V. Koninklijke Nederlands Petroleum Maatschappij berpatungan dengan Shell perusahaan minyak asal Inggris dengan sistem pembagian 60:40 dari patungan modal ini maka lahirlah dua perusahaan baru; N.V. De Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) yang khusus mengurus Ekplorasi dan produksi, dan Anglo Saxon Petroleum Coy, Ltd yang bertanggungjawab dalam pengangkutan dan pemasarannya.

Berpuluh-puluhan tahun mendapatkan laba yang sangat besar akhirnya pupus setelah masuknya Jepang pada tahun 1942; berganti dengan zaman yang sulit terlebih lagi dengan terjadinya agresi belanda pada pertengahan Agustus 1947 dengan pengeboman dan pembakaran ladang-ladang minyak yang ada di Sumatera Utara dan Aceh, sejak itu tambang minyak itu seperti tak bertuan dan yang lebih parah terjadi setelah di bumi hanguskan kembali oleh Belanda pada Agresi ke II di tahun 1949.

Gambaran Umum dan Peran Tgk. Amir Hoesain Al-Moedjahid
Sosok manusia yang terlahir dari keluarga sederhana pada tahun 1900 di Idi-wilayah Aceh Timur- hingga meranjak dewasa telah tertanam di dalam dirinya kebencian terhadap bangsa penjajah, rasa ini tertanam sejak kecil hingga akhir hayatnya, Teungku Amier Hoesain Al-Moedjahid salah satu dari sekian banyak manusia yang tidak menghiraukan kepentingan diri dan keluarganya serta memilih kehidupan dirinya menjadikan Milik kepentingan umum yang telah menguasai seluruh jalan hidupnya.

Salah satu putra bangsa Aceh yang mendapatkan Pangkat Kehormatan Djenderal Major Tentara Repoeblik Indonesia (Penetapan Pemerintah 1946 Nomor. 20/S.D) oleh Presiden Indonesia pada tanggal 28 September 1946 yang ditandatangani oleh Wakil Presiden Indonesia Drs. Moh. Hatta dan Menteri Pertahanan Amir Sjarifoeddin yang ditetapkan di Jogjakarta.

Pada masa revolusi 1945; selain organisasi tentara resmi (Divisi X) juga berdiri 3 (tiga) divisi Lasykar Rakyat yaitu; 1. Divisi Teungku Chik Ditiro dipimpin oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh dan Chikmat Rahmany, 2. Divisi Rencong yang dipimpin oleh Nyak Neh dan M. Saleh Rahmany dan Ali Hasjmy sebagai Pimpinan Umumnya, 3. Divisi Teungku Cik Payabakong yang dipimpin oleh Teungku Amier Hoesain Al-Moedjahid.

Setahun kemudian setelah masa revolusi, pada 27 September 1946 Divisi Rencong yang dipimpin oleh Ali Hasjmy diresmikan sebagai Resimen Pengawal Tambang Minyak Aceh dan Sumut, setelah Divisi-divisi Lasykar Rakyat dileburkan kedalam TNI-AD; diangkatlah Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid menjadi Pemimpin Umum Tambang Minyak Aceh/Sumut (TMA/SU) dan Letnan Kolonel Abdurrahman sebagai Wakil Pimpinan, posisi ini berlangsung sampai beberapa tahun setelah penyerahan kedaulatan Indonesia oleh Pemerintahan Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia namun setelah peristiwa penyerahan kedaulatan ini Belanda menuntut kembali Tambang Minyak Aceh/Sumut (TMA/SU) yang pada saat itu Pusat (Jakarta) telah menyetujuinya tetapi dengan suara lantangnya Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid menolak tuntutan Belanda itu dalam perundingan yang dilakukan di Hotel Der Nederland (Hotel Dharma Nirmala) Jakarta.

Berbagai cara yang ditempuh pihak Belanda untuk membujuk Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid (termasuk tawaran keliling dunia dan pemberian Materi yang berlimpah) agar bersedia menyetujui pengembalian Tambang Minyak Aceh/Sumut kepada pihak Belanda namun Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid menolak tegas dengan “bahasa dan diplomasi” yang hanya dimiliki oleh Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid itu sendiri (kutipan; Prof. Ali Hasjmy – Mantan Gubernur Daerah Istimewa Aceh).

Sementara proses itu (dinamakan “Pengembalian Harta-benda Milik Asing”) terus berlangsung Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid memimpin rombongan perundingan-perundingan di Medan, Palembang/Plaju, Jakarta dan Jogjakarta dan hasil dari dari perundingan di Jakarta dan Jogjakarta menghasilkan keputusan dari Pemerintahan Republik Indonesia menyerahkan kekuasaan kepada Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid mengenai Tambang Minyak Aceh/Sumut kepada Belanda.

Seiring waktu berlalu perundingan ini dilakukan di Aceh antara pihak Belanda dan Pemerintaha Indonesia yang delegasi dipimpin langsung oleh Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid yang berakhir dengan KEGAGALAN dikarenakan Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid tidak menyetujuinya pengembalian Tambang Minyak Aceh/Sumut kepada pihak N.V. De Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) walaupun pihak Belanda menawarkan kembali kepada Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid berupa hadiah yang besar (pada masa itu), kedudukan pada posisi yang bagus dengan gaji yang besar sebagai Pegawai Tinggi N.V. De Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM). Dengan keteguhan hati Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid, N.V. De Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) kehilangan akal untuk mendapatkan kembali Tambang Minyak Bumi di Aceh dan Sumatera Utara.

Di tahun 1953 pada saat dileburnya Provinsi Aceh menjadi Keresidenan dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid meninggalkan Tambang Minyak Aceh/Sumut dan menjadi salah satu “Dwi Tunggal” DI/TII bersama Daud Beureueh dan selama beliau di hutan sampai turun kembali ke pangkuan Republik Indonesia, anak buahnya dicegah untuk membumihanguskan Tambang Minyak yang pernah dipimpinnya itu.

“Tambang Minyak Aceh/Sumut merupakan embrio Pertamina sekarang, dan saya pernah sebagai Pemimpin Umumnya, saya tidak mendapatkan apa-apa dari Perusahaan Negara ini”, ujar Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid di The Indonesia Times pada 3 Mei 1976 lalu (kutipan Majalah Tempo, 20 Juli 1985).

Kepribadian seorang Amier Hoesain Al-Moedjahid yang membakar dirinya sendiri untuk memberikan penerangan pada dunia sekelilingnya namun jika raganya habis terbakar maka habislah segala-galanya, hanya manfaatnya yang dapat dirasakan dan diterima orang lain dan telah dipergunakan untuk memberikan cahaya kepada manusia namun terkadang pada suatu saat sebagaian dari manusia itu lupa pula akan cahaya yang pernah menerangi jalan hidupnya.

Seorang pemimpin yang memiliki ketulusan hati “Laksana Lilin” jika berpulang ke Rahmatullah jangan ditanya Berapa banyak harta kekayaan yang ditinggalkan untuk diwariskan ke anak cucu-cucunya karena Memang sama sekali Tidak Ada, tetapi pada saat beliau berpulang ke Rahmatullah kembali kepangkuan sang Khaliq beliau meninggalkan HARTA TERBESARnya yakni 2 (dua) orang istri (Siti Aisyah dan Hajjah Teungku Mariany) dan 16 (enam belas) putra-putri kebanggaannya serta 30 (tiga puluh) orang Cucu tercinta dan inilah sebenar-benarnya HARTA Almarhum Amier Hoesain Al-Moedjahid yang telah kembali kepangkuan Illahi di Medan pada 10 Mei 1980 di usia 80 tahun.

Sang Tokoh Dikhianati PT. Pertamina.
Amier Hoesain Al-Moedjahid yang pernah menduduki Jabatan Pimpinan Umum Tambang Minyak Aceh/Sumut tahun 1949 s/d 1953 ternyata TIDAK PERNAH mendapatkan Gaji Pensiun dari PERTAMINA hingga akhirnya mengajukan Surat Permohonan Hak Pensiun kepada PERTAMINA pada tanggal 5 April 1975 dengan ditandatangani oleh 4 (empat) orang saksi; 1. Prof. Ali Hasjmi (Mantan Gubernur Daerah Istimewa Aceh), 2. Harun Ali (Inspektur Daerah Kesekretariatan Daerah Istimewa Aceh), 3. H. Zaini Bakri (Pembina Tata Praja Tingkat I pada Sekretariat Daerah Istimewa Aceh) dan, 4. Ibnu Sa’dan (Pegawai Tinggi Ketataprajaan Kepala pada Kantor Gubernur Daerah Istimewa Aceh).

Dengan pengajuan surat tersebut benarlah memang Amier Hoesain Al-Moedjahid di hapuskan hak-haknya oleh Pertamina -yang seharusnya menghargai orang yang telah menyelamatkan Pertamina dari tangan Pihak Belanda- namun ternyata beliau dihilangkan segala jasa-jasanya.
Di dalam Areal komplek Pertamina Kuta Binjei (Kab. Aceh Timur) terdapat tanah dengan luas ± 5,370.25 M2 atas nama pemilik Tgk. Amier Hoesain Al-Moedjahid (kepemilikan tanah berdasarkan Surat Keterangan Jual Beli yang dilegalitaskan oleh Aisten Wedana – Kepala Daerah Ketjamatan Djulo’) telah didirikan bangunan-bangunan milik Pertamina pada tahun 1960an yang awalnya Pertamina bermaksud untuk MEMBELI atas tanah tersebut.

Waktu terus bergulir hingga sampai pada tahun 1967 Pertamina tidak juga membayarkan tanah tersebut dan hanya membayar pengganti Ansuran Sewa Tanah dengan memberikan setiap bulannya; 1.000 ltr Benzine, 1.000 ltr Korosine dan 1.000 ltr Residu E yang tertuang dalam Surat Perintah Pengeluaran Barang (MEMORANDUM No. 093/VIIA-Djr-9-67) yang dikeluarkan di Kuta Bindjei pada tanggal 1 September 1967 ditandatangani oleh G. Saidi (Supervisor Lapangan Produksi Djulok Rajeuk - P.N. Pertambangan Minjak Nasional Unit I).

Yang mulanya Pertamina ingin membeli tanah tersebut dan ternyata hanya memberikan konpensasi-konpensasi saja maka Amier Hoesain Al-Moedjahid menanyakan kejelasan Pertamina atas hak tanahnya yang telah dipergunakan oleh pertamina dan anehnya lagi di bulan yang sama pada 22 September 1967 Pertamina tidak juga membayarkan tanah tersebut dan hanya membayar konpensasi cuma-cuma sebesar 100 kg beras setara dengan Rp. 1.500,- (seribu lima ratus rupiah) yang tertuang dalam Surat Keputusan Nomor. 023/Ib-9-’67 yang dikeluarkan di Rantau Pandjang pada tanggal 22 September 1967 ditandatangani oleh Tupamahu (Manager P.N. Pertambangan Minjak Nasional Unit-I).

Penantian seorang Djenderal juga mantan Pemimpin Tambang Minyak Aceh/Sumut akan kejelasan tentang PEMBAYARAN TANAHnya oleh pemerintah ternyata sia-sia belaka, dengan desakan-desakan dari pihak Amier Hoesin Al-Moedjahid selama proses berjalan; dua tahun kemudian Pertamina mengeluarkan “MEMORANDUM” dengan Nomor Arsip; 268/IA-10-’68 yang dikeluarkan P.N. Pertambangan Minjak dan Gas Bumi Nasional Unit – I pada tanggal 8 Oktober 1968 yang ditandatangani oleh Ir. Soegianto Padmosoebroto (Manager Lapangan Produksi Peureulak/Djulo’ Rajeuk), inti pokok dari isi Memorandum tersebut; “Sementara menunggu penjelasan persoalan Tanah milik Amier Hoesin Al-Moedjahid yang dipakai P.N. Pertamina di Djulo’ Rajeuk, maka terhitung bulan Oktober 1968 P.N. Pertamina mengeluarkan 3.000 ltr Benzine setiap bulannya sebagai biaya Sewa Tanah, dengan catatan sewa tanah tersebut akan dipotong dari pembayaran Harga Tanah”.

Selama kepemimpinan Ir. Soegianto Padmosoebroto, Amier Hoesin Al-Moedjahid menyurati kembali P.N. Pertamina pada 20 Februari 1970 yang isinya permohonan pemberian Minyak dan Beras untuk 1 (satu) tahun dibayarkan sekaligus namun balasan yang diberikan oleh P.N. Pertamina (tertuang pada Surat bernomor: 0150/Ia – 3 – ’70, dikeluarkan di Rantau Pandjang 18 Maret 1970) hanya mengabulkan pembayaran 2 (dua) bulan saja.

Penantian seorang Djenderal terus berlanjut tanpa titik terang yang nyata mungkin juga beliau telah jenuh menunggu kepastian dari pihak P.N. Pertamina, lagi-lagi Amier Hoesin Al-Moedjahid mengirimkan surat kembali permohonan pembayaran sewa tanah yang tak kunjung selesai di 6 Oktober 1970, seperti sebelum-sebelumnya P.N. Pertamina Unit–I memberikan konpensasi untuk bulan Oktober dan November 1970 sebanyak 6.000 ltr Benzine yang tertuang dalam “NOTA” Nomor. 026/VI-10-1970 tertanggal 8 Oktober 1970 yang ditandatangani oleh Ir. Soegianto Padmosoebroto (Manager Lapangan Produksi Peureulak/Djulo’ Rajeuk).

Pembayaran pembelian tanah tersebut sampai detik ini bahkan tahun depan juga belum terselesaikan dengan tuntas dan juga tidak jelas konpensasi pembayaran Sewa Tanahnya.



*) Penulis adalah Direktur Eksekutif humaira institute – Aceh Tamiang
0 komentar more...

BABLASNYA ETIKA BERDEMOKRASI DAN BERPOLITIK

by humaira institute on Nov.22, 2009, under


“Demonstrasi adalah suatu hal yang wajar dalam Berdemokrasi”

Paham demokrasi Indonesia pernah menganut azas demokrasi terpimpin (baca; Era Orde Baru) yang mampu meredam segala bentuk penghujatan dan pendiskriminasian terhadap negara dengan payung hukum Undang-undang Supersif.

Seiring waktu berjalan dengan perubahan-perubahan politik yang ada dan issue-issue KKN, DIKTATOR sehinggga menghantarkan Indonesia pada sistem demokrasi yang tidak bermartabat, faktanya sistem demokrasi terpimpin dapat menekan riak-riak diskriminatif terhadap negara dan mampu memberikan kenyamanan bagi masyarakat di bidang perekonomian dan keamanan walaupun terpasungnya hak-hak warga negara dalam berpolitik.

Benar!!! Reformasi yang terjadi sekarang membuka mata bangsa indonesia menjadikan sistem demokrasi secara luas dan mampu mengupas segala kebobrokan-kebobrokan yang dilakukan oleh penguasa meskipun sedikit menghilangkan norma-norma berdemokrasi.

Bablasnya ETIKA Berdemokrasi.
Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan “Demonstrasi adalah suatu hal yang wajar dalam Berdemokrasi”, namun pernahkah kita renungkan arti yang sebenarnya?,. Demo-demo turun ke jalan adalah suatu hal yang wajar untuk menyuarakan aspirasi masyarakat dari rasa ketidakadilan atau keterbukaan terhadap masyarakat yang dilakukan oleh penguasa atas kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tetapi yang perlu ditekankan adalah bagaimana melakukan unjuk rasa itu sendiri tanpa adanya gesekan-gesekan atau perbuatan-perbuatan yang anarkis. Sejauh ini gerakan unjuk rasa (demo-demo ke jalan) sering terjadi pendiskriminatifan dan hujatan terhadap penguasa yang mengenyampingkan norma-norma yang ada sehingga menciptakan suatu keonaran dan kriminalitas.

Demonstrasi yang dilakukan oleh sejumlah aktivis dan mahasiswa di Jakarta terkait kasus Bailout Bank Century beberapa bulan yang lalu sangat dramatis dan anarkis serta penghujatan terhadap penguasa (RI-1 dan RI-2) dengan menyamakan SBY (Presiden) dengan Si BuYa (seekor Kerbau), Boediono (Wakil Presiden) dengan Drakula, ini seharusnya tidak terjadi jika dilakukannya protes tersebut dengan tidak mengenyampingkan norma-norma demokrasi itu sendiri.

Bayangkan!!! Teks Pancasila saja; untuk cara penyebutan dan pembacaannya ada di atur dalam Undang-undang Dasar juga Lambang Negara (Burung Garuda) dan gambar Kepala Negara dan Wakil juga di atur dalam Undang-undang cara pemajangannya namun mengapa kita tidak dapat menjunjung tinggi aturan-aturan tersebut?

Dalam konteks yang ada sekarang para demonstans sepertinya banyak diarahkan (di tunggangi) oleh kepentingan-kepentingan pribadi oknum-oknum di belakang layar (Back Screen) dengan cara mengeluarkan issue-isue yang tidak objektif, ini sebenarnya yang sangat disayangkan dengan dasar kepentingan itu sehingga para demonstrans tidak menjadikan suatu kelompok yang independen.

Bablasnya ETIKA Berpolitik.
Untuk mencari suatu sudut pandang yang sama (menyatukan persepsi) dengan kendaraan yang berbeda (baca; partai politik -meskipun terbuka peluang dalam berkoalisi-) namun tidak semudah seperti membalikan telapak tangan disebabkan banyaknya pemikiran-pemikiran (intervensi) yang harus di akomodir dalam berkoalisi itu sendiri, dalam konteks ini partai-partai yang berkoalisi melakukan bargaining-bargaining politik untuk kepentingan partai dalam penyatuan persepsi dengan azas kebersamaan dan juga tidak tertutup kemungkinan terjadinya gesekan-gesekan yang tidak bersinergi dalam koalisi itu sendiri sehinggga terjadinya manuver-manuver politik yang terjadi sekarang ini.

Dalam tubuh Pansus Angket Bank Century sudah terjadi manuver politik sehingga adanya partai terintimidasi dan tertekan dengan perilaku dari anggota yang dinilai keluar dari etika berkoalisi, dalam hal ini partai besar akan melakukan evaluasi terhadap partai-partai yang ikut dalam koalisinya yang akhirnya berujung pada issue reshuffle kabinet Indonesia Bersatu tahap ke-II, seharusnya partai yang tergabung dalam koalisi tetap menjaga komitmen koalisi itu sendiri dengan menghilangkan manuver-manuver politik yang terjadi sekarang ini.

Belakangan ini sering terdengar suara-suara reshuffle terus bergema dan dorongan untuk kearah itu tetap mencuat di beritakan di berbagai media massa, dorongan reshuffle ini dikarenakan adanya beberapa parpol yang berkoalisi dianggap tidak dapat diatur lagi.

Beberapa waktu lalu “SBY mengaku kecewa dengan etika Pansus Bank Century dalam menyelidiki aliran dana bailout”, (ini terindikasi menunjukkan adanya sikap ”Mendua” dari parpol koalisi) kekecewaan ini diucapkannya dalam rapat paripuna menteri yang membahas 100 hari kinerja pemerintah.

Akhirnya koalisi yang seharusnya menjadi pilihan alternatif untuk kesinambungan dalam mengambil kebijakan akan tetapi akhirnya menjai boomerang dalam koalisasi itu sendiri, sehingga tidak terjadinya singkronisasi dalam mengambil suatu kebijakan (efeknya terjadi perpecahan persepsi).

Pergeseran nilai politik sering terjadi disebabkan adanya ketidak transparansi dan ketidak kejujuran dalam berkoalisasi tersebut dan koalisi tersebut hanya dipakai sebagai kepentingan semu…… atau memang sudah menjadi karakter bangsa ini yang susah untuk disatukan….... whos know???

Bukankah kita memperjuangkan Negara Republik Indonesia menjadikan suatu bangsa yang Merdeka, Beretika dan Bermartabat?.........

(*) Penulis adalah Direktur humaira institute – Aceh Tamiang
0 komentar more...

KLINIK SHAFA TERINDIKASI MELAKUKAN MALPRAKTEK

by humaira institute on Nov.22, 2009, under


Sudah beberapa media mempublikasikan ketidak nyamanan pasien yang mendapat jasa perawatan rawat inap pada Klinik Shafa (pimpinan dr. Halim, S.Pog, beralamat Jl. Ir. H. Juanda Kp. Kesehatan Kec. Karang Baru Aceh Tamiang) tidak mendapatkan penanganan yang memuaskan dan hanya meninggalkan kedukaan bagi keluarga pasien.

Klinik Shfa kembali melakukan penanganan pasien hingga pada kematian pada 16 Maret 2010 sehari setelah melakukan operasi persalinan yang dilakukan di Klinik Shafa.

Ririn Sherly warga Tj. Seumentoh yang menjadi korban malpraktek masuk ke Klinik Shafa sekitar jam 00.10 wib dini hari pada 15 Maret 2010 untuk melakukan rawat inap persalinan, operasi persalinan yang dilakukan pada jam 10.00 wib pagi harinya selesai pada sekitar jam 13.00 wib, setelah siuman dari pembiusan operasi, pasien dalam keadaan normal namun pada jam tengah malam pasien mengalami sesak nafas dan diberikan injeksi oleh perawat magang/siswa tanpa didampingi oleh perawat senior yang bertanggungjawab terhadap pasien.

M. Arif (suami korban) menyatakan ‘sewaktu istri saya mengalami sesak nafas saya memanggil perawat piket jaga -yang ternyata anak-anak magang- untuk menangani istri saya yang lagi sesak, beberapa waktu berselang salah seorang perawat tadi melakukan suntikan dan beberapa jam kemudian istri saya sudah tidak bernyawa lagi”, tuturnya dengan raut muka penuh duka.

Kesalahan-kesalahan dalam kasus yang lain sudah pernah terjadi dilakukan Klinik Safa, bulan lalu Klinik Shafa menangani pasien penyakit dalam (yang seharusnya tidak dibenarkan) akhirnya pasien mengalami koma dan dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Tamiang juga pasien yang melakukan persalinan yang bayinya mengalami PATAH KAKI.

Menanggapi kasus indikasi malpraktek ini disahuti oleh Jonie Hermansyah –Direktur Eksekutif humaira institue- “Kita sudah menanyakan pada pihak keluarga korban yang intinya penanganan medis di Klinik Shafa itu (untuk kasus ini) dilakukan TIDAK MELALUI STANDARD PELAYANAN MEDIS, kita bisa melihat dari kronologis penanganannya; ketika pasien mengalami masa kritis dr. halim, S.Pog yang melakukan operasi itu tidak ditempat -meninggalkan kota- sehingga penanganannya dilakukan tidak didampingi dokter atau perawat senior yang diberikan kewewenangan dalam penanganan medis tetapi dilakukan oleh perawat magang/siswa dan ditangani sendiri oleh anak-anak itu, anehnya lagi; sewaktu penyerahan jenazah tidak dilakukan oleh pihak klinik kepada keluarga, ada apa in?, artinya pihak Klinik telah mengetahui adanya terjadi kesalahan dalam penanganan medis tadi sehingga pihak Klinik tidak berani mengiringi jenazah ke rumah duka.

Untuk itu kita mengutuk tindakan malpraktek ini dan kita harap instansi terkait melakukan penyidikan terhadap kasus ini dan lembaga humaira institute telah menyurati DPRK Tamiang untuk menelusuri kasus ini lebih mendalam dan kita akan melakukan investigasi lebih jauh bisa jadi juga kita melakukan Class Action. Yang kita tekan disini adalah dr. Halim, S.Pog selaku pimpinan Klinak Shafa sekaligus dokter yang menangani operasi tersebut bertanggungjawab terhadap kelalaiannya sehingga mendatangkan KEMATIAN pada almarhumah Ririn Sherly”.
0 komentar more...

HUMAIRA INSTITUTE MENANGGUHKAN DEMO AKSI. ADA APA?........

by humaira institute on Nov.22, 2009, under


Berbagai temuan terjadinya kelalaian dalam penanganan perawatan medis baik di RSUD maupun di Klinik-klinik Kesehatan yang ada di Aceh Tamiang, berdasarkan investigasi beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal menjadi sorotan masyarakat luas, terindikasi “TIDAK BECUS” para medis melakoni pekerjaanya.

Pada tanggal 14 April 2009 humaira institute mengantongi Izin Gerakan Massa dari Kepolisian Resort Aceh Tamiang bernomor. STTP/10/IV/2010/SAT IK untuk melakukan unjuk rasa orasi terbuka pada kamis 15 April 2010 terkait ketidak puasan masyarakat Tamiang dalam penanganan layanan medis yang terindikasi malpraktek dan menyebabkan beberapa korban meninggal dunia.

Dengan tidak ada terjadinya aksi tersebut, media ini menghubungi humaira institute selaku penerima tanggungjawab aksi, mendapatkan informasi bahwa humaira institute selaku Koordinator aksi; “Memohon maaf, Aksi Demo turun kejalan ditangguhkan untuk sementara permasalahan akan dicoba bermediasi dengan PEMKAB dan DPRK Aceh Tamiang dan jika dengan cara ini ternyata pihak PEMKAB dan DPRK Aceh Tamiang TIDAK MERESPON terjadinya KELALAIAN PENANGANAN MEDIS ini, maka; humaira institute akan menggerakkan massa dari berbagai elemen masyarakat yang telah terkoordinir” ucap Jonie Hermansyah direktur eksekutif humaira institute.

Beberapa point statement yang akan kita tuntut kepada PEMKAB dan DPRK Aceh Tamiang; 1. PEMKAB Aceh Tamiang memediasikan institusi terkait kesehatan dengan beberapa elemen masyarakat sipil yang terorganisir “SESEGERA MUNGKIN”., 2. Praktek Pelayanan Kesehatan HARUS sesuai dengan KETENTUAN PROSEDURAL STANDARISASI PENANGANAN MEDIS (SoP) dari RSUD sampai di level POSKO KESEHATAN., 3. TIDAK menjadikan RSUD Tamiang sebagai “RUMAH SAKIT RUJUKAN”., 4. Mengisi KEKURANGAN/KEKOSONGAN SKILL tenaga medis pada RSUD Tamiang., 5. PEMKAB Aceh Tamiang MENARIK/MENCABUT IZIN OPERASIONAL bagi Klinik-Klinik yang TIDAK memenuhi STANDARISASI KELAYAKAN KLINIK.
0 komentar more...

BUPATI ACEH TAMIANG MENUNJUKAN POWERNYA,,, BAPERJAKAT “MANDUL”

by humaira institute on Nov.22, 2009, under


“Settingan ini sangat mencolok sehingga orang awam pun dapat menganalisa tujuan perombakan para Asisten itu ke arah mana sebenarnya, sistem ini mengadopsi sistem MANAGEMENT MAFIOSO”

Terlepas dari ada atau tidaknya indikasi KKN (mungkin juga jual beli kursi jabatan) terkait dalam pemutasian pejabat-pejabat teras yang telah dilantik pada Jum’at 19 Februari 2010 kemarin banyak terjadi manuver-manuver politik serta pengangkangan terhadap aturan-aturan yang ada.

Raport Merah BAPERJAKAT.
Ketua BAPERJAKAT Ir. Syaiful Anwar (SEKDA PEMKAB Aceh Tamiang) sepertinya sudah tidak mampu lagi berfikir untuk kemajuan Aceh Tamiang dibuktikan dengan menempatkan beberapa pejabat tidak dengan metode “The Right Man on The Right Place”.

Semestinya BAPERJAKAT sebelum memutuskan menempatkan pejabat harus mempertimbangkan aturan-arturan yang prosedural yang ada dan jangan mengangkanginya, kita boleh pelototin kembali Peraturan Menteri Kesehatan No. 267/Menkes/sk/III/2008; untuk menjadi seorang Kepala Dinas Kesehatan minimal harus mengantongi Sarjana disiplin ilmu Kesehatan atau Kesehatan Lingkungan dan bukan dari Sarjana Umum namun kenyataannya Drs. Jamaluddin (sebelumnya Staff pada Pemerintahan Mukim dan Kampung) menempati posisi tehnis tersebut.

Juga kita bisa review kembali, belum optimalnya Sistem Implementasi Administrasi Kependudukan (SIAK) di Tamiang dan beberapa Kabupaten/Kota lainnya, seiring jalan dengan permasalahan tersebut Gubernur Aceh mengeluarkan Surat Edaran yang intinya untuk sementara penyelesaian SIAK Kepala Dinas Pencatatan Sipil Tidak boleh digantikan terlebih dahulu berkaitan dengan permasalahan administrasi kependudukan yang juga menjadi Agenda Nasional.

Penjaga Gawang (Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset - DPPKA) semestinya jauh dari unsur KKN sehingga diharapkan tidak terjadinya kong kali kong (pembobolan Kas Daerah) dengan penguasa (Bupati) dan posisi ini di duduki oleh Drs. Syuaeb Arabi (seorang kerabat bahkan sepupu) Bupati.

Lain lagi pejabat yang menduduki posisi Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Drs. Supeno yang mempunyai track record (cacatan) buruk bagi tamiang dalam kasus “PAKU” semasa menduduki jabatan Kepala Sekretariat KPU Kab. Aceh Tamiang

Belum lagi di posisi jabatan Asisten Bupati, kita lihat mekanisme penempatan para Asisten yang terlalu kasar dalam penyetingannya, para Asisten lama yang sebagian berpangkat IV/c di lengserkan menjadi kepala Dinas/Badan dan menempatkan mereka yang berpangkat IV/b menjadi Asisten yang baru; sehingga prediksi kedepan nantinya posisi Jabatan SEKDA akan di posisikan (diisi) orang yang berpangkat IV/b pula untuk menjadi Raja baru di Tamiang sementara Raja lagi mengemas barang untuk menyerahkan Tahtanya menuju ke Panghuribannya (baca; Pensiun).

Setingan ini sangat mencolok sehingga orang awam pun dapat menganalisa tujuan perombakan para Asisten itu ke arah mana sebenarnya, sistem ini mengadopsi System MANAGEMENT MAFIOSO (baca; awalnya Pembersihan Areal dan kemudian memasukan orang pilihan tanpa melihat Kapasitas dan Kelayakan).

Pola-pola lama (Basa; Orde Baru) seperti ini sangat disayangkan masih ada sampai detik ini bahkan sampai besok lusa, kaum penguasa masih sangat dominan (otoriter) dalam pengambilan keputusan dengan sistem 1 (satu) arah, yang lebih miris lagi Baperjakat tidak mampu memblock keinginan-keinginan (tekanan-tekanan) tersebut atau Baperjakat SALAH MINUM OBAT bahkan juga sudah MANDUL.

Dalam hal ini, jika terjadinya kemunduran kinerja Pemerintahan Aceh Tamiang beberapa tahun ke depan baik itu Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun sistem Good Government dan Good Governance maka itu menjadi tanggungjawab team Baperjakat dan Bupati saat ini.

Konteks Wakil Bupati.
Curahan hati H. Awaluddin, SH, SPN, MH. (Wakil Bupati Aceh Tamiang) dengan “mengkerdilkan” dirinya sendiri, menyatakan “Saya tidak diikut sertakan dalam membahas mutasi pejabat, penempatan-penempatan itu secara administrasi pemerintahan dalam penempatan pejabat, Bupati Aceh Tamiang (Drs. H. Abdul Latief) TIDAK PROFESIONAL” (dari kutipan media lokal), menganalisa pernyataan dari seorang wakil bupati itu menyatakan bahwa sudah tidak terjadinya sinkronisasi dalam menjalankan roda pemerintahan dan ini memang sudah menjadi rahasia umum di Bumi Muda Sedia ini.

Jika ditelusuri lebih mendalam; Bupati dan Wakil Bupati adalah satu Paket yang seharusnya menggerakkan roda pemerintahan dengan persepsi yang sama sehingga menjadi satu kesatuan yang solid, dan mengapa ketidak sinkronisasian ini bisa terjadi?.

H. Awaluddin selaku wakil bupati harusnya MENGINTROSPEKSI DIRI mengapa tidak di ikut sertakan dalam pembahasan pemutasian pejabat tersebut, bukankah sewaktu mencalonkan diri menjadi 1 (satu) paket telah terjadi deal-deal politik?

Jika memang seorang Ksatria dan berasumsi tidak dibutuhkan lagi oleh seorang Drs. H. Abdul Latief (Bupati) coba MENGUNDURKAN DIRI secara jantan, untuk apa menjadi seorang Wakil Bupati jika tidak mempunyai peranan apapun seperti layaknya seekor harimau tanpa gigi, itu terbukti bahwa pemikiran-pemikiran dan ide maupun saran seorang Wakil Bupati TIDAK DIDENGAR lagi oleh Bupati. Silahkan Introspeksi Diri secara mendalam!.

Konteks Bupati.
Tersirat dalam sambutan Bupati Aceh Tamiang (Drs. H. Abdul Latief) pada acara pelantikan ekselon II dan III di jajaran PEMKAB Aceh Tamiang, “Mutasi adalah suatu hal yang wajar dalam penyegaran organisasi kepemerintahan, jangan dianggap yang NEGATIF dan juga jangan di POLITISIRkan, terjadinya Mutasi tersebut telah melalui proses penilaian-penilaian berdasarkan prestasi, Pangkat Ruang dan Golongan.

Kata sambutan Bupati yang terteks diyakini tidak ada segi negatif dan politisnya tetapi……. Mungkin; di pola pemikiran dan dalam hati yang terdalam seorang Bupati mempunyai (terindikasi) unsur-iunsur tersebut ataukah bupati ingin menunjukkan kekuasaannya dalam perombakan kabinet yang dipimpinnya sehingga dengan menempatkan orang-orang yang tidak memenuhi kriteria di posisi-posisi yang dianggap tehnis dan tanpa menimbang Track Record calon pejabat itu sendiri serta tidak sedikitpun mengedepankan aturan-aturan yang ada yang akhirnya mengeluarkan KEBIJAKAN yang TIDAK BIJAK, itu artinya mengarahkan Aceh Tamiang ke dalam jurang keterpurukan beberapa tahun kedepan.

Pomeo Masyarakat Tamiang.
Memang benar pemutasian pejabat di lingkungan Pemerintahan Kabupaten/Kota adalah Hak Preogratifnya Bupati tetapi semuanya itu ada aturan-aturan dan mekanisme yang jelas petunjuk tehins dan pelaksanannya, yang terjadi di Tamiang saat ini seolah-olah Bupati dengan menggunakan hak proegratif (mutlak) nya tersebut menempatkan seseorang pejabat dalam menduduki jabatannya berdasarkan pemikiran dan ke suka hatiannya saja dan tidak memikirkan mau dikemanakan tamiang kedepan.


(*) Penulis adalah Direktur Eksekutif humaira institute – Aceh Tamiang
2 komentar more...

Web Perdana

by humaira institute on Nov.22, 2009, under

Humaira didirikan untuk membela kaum lemah .. dan menempatkan kebenaran di tempatnya
0 komentar more...

Looking for something?

Use the form below to search the site:

Still not finding what you're looking for? Drop a comment on a post or contact us so we can take care of it!

free counters