Demo Blog

Djenderal Major Tgk. Amier Hoesain Al-Moedjahid Mantan Pimpinan Umum Tambang Minyak Aceh dan Sumut (TMA/SU) Di Diskriminatifkan oleh PT. PERTAMINA

by humaira institute on Nov.22, 2009, under


“Tambang Minyak Aceh/Sumut merupakan embrio Pertamina sekarang, dan saya pernah sebagai Pemimpin Umumnya, saya tidak mendapatkan apa-apa dari Perusahaa Negara ini”, ujar Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid di The Indonesia Times pada 3 Mei 1976 lalu.

Sebuah sumur yang belumpur itu pada dahulunya dikenal dengan Telaga Said namun Pertamina menamainya dengan Telaga Tunggal-I yang berlokasi sekitar ± 15 Km dari Pangkalan Berandan - Sumatera Utara, di sumur yang mengandung Minyak tersebut oleh seorang Aekol Ch. Zylker (Administrator Perkebunan Tembakau di Langkat – Sumatera Utara) pada 8 Agustus 1883 mendatangi Konsesi untuk minyak di sumur itu, dua tahun berselang setelah dilakukan pemboringan, pekerjaan yang dilakukannya tidaklah sia-sia dan untuk pertama kalinya pada 15 Juni 1885 Zyilker mengkomersilkan produksi galian tambang minyaknya yang kemudian menjadikan tanggal 15 Juni sebagai pancangan pertama seabad perminyakan di Indonesia.

Telaga Said; Cikal Bakal PT. Pertamina.
Konsesi yang dikuasai oleh Zylker akhirnya pada tahun 1890 berpindah tangan kepada Koninklijke Nederlandsche Maatschappij tot Explotatie van Petroleum Nederland Indie yang di motori oleh De Gelder dengan menanamkan modalnya pada Indonesia 1,3 juta gulden yang terdiri dari 1.300 saham. Di tahun 1897 maskapai minyak tersebut mengubah diri menjadi N.V. Koninklijke Nederlands Petroleum Maatschappij yang dikomandoi oleh Kessler, seiring berjalan maskapai ini menambahkan modalnya kembali sebesar 3 juta gulden tunai dan 1,5 juta gulden yang berbentuk saham Prioritas.

Dwi Peneliti Dr. Rombouts dari Amsterdam dan Dr. Engler asal Jerman; minyak yang terkandung pada Telaga Said (Telaga Tunggal-I) adalah Mutu yang terbaik dari yang telah disedot di Amerika dan Rusia, dari Telaga Tunggal–I ini semasa itu N.V. Koninklijke Nederlands Petroleum Maatschappij mengeruk keuntungan sebesar 371 juta gulden, dua tahun kemudian pada tahun 1892 perusahaan ini membangun pabrik dengan kapasitas produksi 3.000 ton perhari dan dengan kapasitas produksi yang besar itu pada tahun 1898 dibangun sebuah pelabuhan ekspor minyak pertama di Indonesia yang berlokasi di Pangkalan Susu – Sumatera Utara.

Dalam hal pembagian bagi hasil yang diperoleh Sultan Langkat (30 sen untuk minyak mentah yang masih kotor dan 15 sen untuk minyak bersih setiap hektoliter) dari hasil konsesi tersebut memang relatif sedikit dibandingkan pendapatan yang diperoleh N.V. Koninklijke Nederlands Petroleum Maatschappij.

Keterkaitan para Uleebalang di Aceh terhadap Korteverklaring yang mengharuskan tunduk kepada Pemerintahan Hindia Belanda menjadikan embrio gejolak penolakan oleh Uleebalang Peureulak di Aceh Timur yang memiliki lahan-lahan tambang minyak.

Pada tahun 1907 N.V. Koninklijke Nederlands Petroleum Maatschappij berpatungan dengan Shell perusahaan minyak asal Inggris dengan sistem pembagian 60:40 dari patungan modal ini maka lahirlah dua perusahaan baru; N.V. De Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) yang khusus mengurus Ekplorasi dan produksi, dan Anglo Saxon Petroleum Coy, Ltd yang bertanggungjawab dalam pengangkutan dan pemasarannya.

Berpuluh-puluhan tahun mendapatkan laba yang sangat besar akhirnya pupus setelah masuknya Jepang pada tahun 1942; berganti dengan zaman yang sulit terlebih lagi dengan terjadinya agresi belanda pada pertengahan Agustus 1947 dengan pengeboman dan pembakaran ladang-ladang minyak yang ada di Sumatera Utara dan Aceh, sejak itu tambang minyak itu seperti tak bertuan dan yang lebih parah terjadi setelah di bumi hanguskan kembali oleh Belanda pada Agresi ke II di tahun 1949.

Gambaran Umum dan Peran Tgk. Amir Hoesain Al-Moedjahid
Sosok manusia yang terlahir dari keluarga sederhana pada tahun 1900 di Idi-wilayah Aceh Timur- hingga meranjak dewasa telah tertanam di dalam dirinya kebencian terhadap bangsa penjajah, rasa ini tertanam sejak kecil hingga akhir hayatnya, Teungku Amier Hoesain Al-Moedjahid salah satu dari sekian banyak manusia yang tidak menghiraukan kepentingan diri dan keluarganya serta memilih kehidupan dirinya menjadikan Milik kepentingan umum yang telah menguasai seluruh jalan hidupnya.

Salah satu putra bangsa Aceh yang mendapatkan Pangkat Kehormatan Djenderal Major Tentara Repoeblik Indonesia (Penetapan Pemerintah 1946 Nomor. 20/S.D) oleh Presiden Indonesia pada tanggal 28 September 1946 yang ditandatangani oleh Wakil Presiden Indonesia Drs. Moh. Hatta dan Menteri Pertahanan Amir Sjarifoeddin yang ditetapkan di Jogjakarta.

Pada masa revolusi 1945; selain organisasi tentara resmi (Divisi X) juga berdiri 3 (tiga) divisi Lasykar Rakyat yaitu; 1. Divisi Teungku Chik Ditiro dipimpin oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh dan Chikmat Rahmany, 2. Divisi Rencong yang dipimpin oleh Nyak Neh dan M. Saleh Rahmany dan Ali Hasjmy sebagai Pimpinan Umumnya, 3. Divisi Teungku Cik Payabakong yang dipimpin oleh Teungku Amier Hoesain Al-Moedjahid.

Setahun kemudian setelah masa revolusi, pada 27 September 1946 Divisi Rencong yang dipimpin oleh Ali Hasjmy diresmikan sebagai Resimen Pengawal Tambang Minyak Aceh dan Sumut, setelah Divisi-divisi Lasykar Rakyat dileburkan kedalam TNI-AD; diangkatlah Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid menjadi Pemimpin Umum Tambang Minyak Aceh/Sumut (TMA/SU) dan Letnan Kolonel Abdurrahman sebagai Wakil Pimpinan, posisi ini berlangsung sampai beberapa tahun setelah penyerahan kedaulatan Indonesia oleh Pemerintahan Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia namun setelah peristiwa penyerahan kedaulatan ini Belanda menuntut kembali Tambang Minyak Aceh/Sumut (TMA/SU) yang pada saat itu Pusat (Jakarta) telah menyetujuinya tetapi dengan suara lantangnya Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid menolak tuntutan Belanda itu dalam perundingan yang dilakukan di Hotel Der Nederland (Hotel Dharma Nirmala) Jakarta.

Berbagai cara yang ditempuh pihak Belanda untuk membujuk Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid (termasuk tawaran keliling dunia dan pemberian Materi yang berlimpah) agar bersedia menyetujui pengembalian Tambang Minyak Aceh/Sumut kepada pihak Belanda namun Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid menolak tegas dengan “bahasa dan diplomasi” yang hanya dimiliki oleh Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid itu sendiri (kutipan; Prof. Ali Hasjmy – Mantan Gubernur Daerah Istimewa Aceh).

Sementara proses itu (dinamakan “Pengembalian Harta-benda Milik Asing”) terus berlangsung Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid memimpin rombongan perundingan-perundingan di Medan, Palembang/Plaju, Jakarta dan Jogjakarta dan hasil dari dari perundingan di Jakarta dan Jogjakarta menghasilkan keputusan dari Pemerintahan Republik Indonesia menyerahkan kekuasaan kepada Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid mengenai Tambang Minyak Aceh/Sumut kepada Belanda.

Seiring waktu berlalu perundingan ini dilakukan di Aceh antara pihak Belanda dan Pemerintaha Indonesia yang delegasi dipimpin langsung oleh Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid yang berakhir dengan KEGAGALAN dikarenakan Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid tidak menyetujuinya pengembalian Tambang Minyak Aceh/Sumut kepada pihak N.V. De Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) walaupun pihak Belanda menawarkan kembali kepada Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid berupa hadiah yang besar (pada masa itu), kedudukan pada posisi yang bagus dengan gaji yang besar sebagai Pegawai Tinggi N.V. De Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM). Dengan keteguhan hati Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid, N.V. De Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) kehilangan akal untuk mendapatkan kembali Tambang Minyak Bumi di Aceh dan Sumatera Utara.

Di tahun 1953 pada saat dileburnya Provinsi Aceh menjadi Keresidenan dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid meninggalkan Tambang Minyak Aceh/Sumut dan menjadi salah satu “Dwi Tunggal” DI/TII bersama Daud Beureueh dan selama beliau di hutan sampai turun kembali ke pangkuan Republik Indonesia, anak buahnya dicegah untuk membumihanguskan Tambang Minyak yang pernah dipimpinnya itu.

“Tambang Minyak Aceh/Sumut merupakan embrio Pertamina sekarang, dan saya pernah sebagai Pemimpin Umumnya, saya tidak mendapatkan apa-apa dari Perusahaan Negara ini”, ujar Djenderal Major Amier Hoesain Al-Moedjahid di The Indonesia Times pada 3 Mei 1976 lalu (kutipan Majalah Tempo, 20 Juli 1985).

Kepribadian seorang Amier Hoesain Al-Moedjahid yang membakar dirinya sendiri untuk memberikan penerangan pada dunia sekelilingnya namun jika raganya habis terbakar maka habislah segala-galanya, hanya manfaatnya yang dapat dirasakan dan diterima orang lain dan telah dipergunakan untuk memberikan cahaya kepada manusia namun terkadang pada suatu saat sebagaian dari manusia itu lupa pula akan cahaya yang pernah menerangi jalan hidupnya.

Seorang pemimpin yang memiliki ketulusan hati “Laksana Lilin” jika berpulang ke Rahmatullah jangan ditanya Berapa banyak harta kekayaan yang ditinggalkan untuk diwariskan ke anak cucu-cucunya karena Memang sama sekali Tidak Ada, tetapi pada saat beliau berpulang ke Rahmatullah kembali kepangkuan sang Khaliq beliau meninggalkan HARTA TERBESARnya yakni 2 (dua) orang istri (Siti Aisyah dan Hajjah Teungku Mariany) dan 16 (enam belas) putra-putri kebanggaannya serta 30 (tiga puluh) orang Cucu tercinta dan inilah sebenar-benarnya HARTA Almarhum Amier Hoesain Al-Moedjahid yang telah kembali kepangkuan Illahi di Medan pada 10 Mei 1980 di usia 80 tahun.

Sang Tokoh Dikhianati PT. Pertamina.
Amier Hoesain Al-Moedjahid yang pernah menduduki Jabatan Pimpinan Umum Tambang Minyak Aceh/Sumut tahun 1949 s/d 1953 ternyata TIDAK PERNAH mendapatkan Gaji Pensiun dari PERTAMINA hingga akhirnya mengajukan Surat Permohonan Hak Pensiun kepada PERTAMINA pada tanggal 5 April 1975 dengan ditandatangani oleh 4 (empat) orang saksi; 1. Prof. Ali Hasjmi (Mantan Gubernur Daerah Istimewa Aceh), 2. Harun Ali (Inspektur Daerah Kesekretariatan Daerah Istimewa Aceh), 3. H. Zaini Bakri (Pembina Tata Praja Tingkat I pada Sekretariat Daerah Istimewa Aceh) dan, 4. Ibnu Sa’dan (Pegawai Tinggi Ketataprajaan Kepala pada Kantor Gubernur Daerah Istimewa Aceh).

Dengan pengajuan surat tersebut benarlah memang Amier Hoesain Al-Moedjahid di hapuskan hak-haknya oleh Pertamina -yang seharusnya menghargai orang yang telah menyelamatkan Pertamina dari tangan Pihak Belanda- namun ternyata beliau dihilangkan segala jasa-jasanya.
Di dalam Areal komplek Pertamina Kuta Binjei (Kab. Aceh Timur) terdapat tanah dengan luas ± 5,370.25 M2 atas nama pemilik Tgk. Amier Hoesain Al-Moedjahid (kepemilikan tanah berdasarkan Surat Keterangan Jual Beli yang dilegalitaskan oleh Aisten Wedana – Kepala Daerah Ketjamatan Djulo’) telah didirikan bangunan-bangunan milik Pertamina pada tahun 1960an yang awalnya Pertamina bermaksud untuk MEMBELI atas tanah tersebut.

Waktu terus bergulir hingga sampai pada tahun 1967 Pertamina tidak juga membayarkan tanah tersebut dan hanya membayar pengganti Ansuran Sewa Tanah dengan memberikan setiap bulannya; 1.000 ltr Benzine, 1.000 ltr Korosine dan 1.000 ltr Residu E yang tertuang dalam Surat Perintah Pengeluaran Barang (MEMORANDUM No. 093/VIIA-Djr-9-67) yang dikeluarkan di Kuta Bindjei pada tanggal 1 September 1967 ditandatangani oleh G. Saidi (Supervisor Lapangan Produksi Djulok Rajeuk - P.N. Pertambangan Minjak Nasional Unit I).

Yang mulanya Pertamina ingin membeli tanah tersebut dan ternyata hanya memberikan konpensasi-konpensasi saja maka Amier Hoesain Al-Moedjahid menanyakan kejelasan Pertamina atas hak tanahnya yang telah dipergunakan oleh pertamina dan anehnya lagi di bulan yang sama pada 22 September 1967 Pertamina tidak juga membayarkan tanah tersebut dan hanya membayar konpensasi cuma-cuma sebesar 100 kg beras setara dengan Rp. 1.500,- (seribu lima ratus rupiah) yang tertuang dalam Surat Keputusan Nomor. 023/Ib-9-’67 yang dikeluarkan di Rantau Pandjang pada tanggal 22 September 1967 ditandatangani oleh Tupamahu (Manager P.N. Pertambangan Minjak Nasional Unit-I).

Penantian seorang Djenderal juga mantan Pemimpin Tambang Minyak Aceh/Sumut akan kejelasan tentang PEMBAYARAN TANAHnya oleh pemerintah ternyata sia-sia belaka, dengan desakan-desakan dari pihak Amier Hoesin Al-Moedjahid selama proses berjalan; dua tahun kemudian Pertamina mengeluarkan “MEMORANDUM” dengan Nomor Arsip; 268/IA-10-’68 yang dikeluarkan P.N. Pertambangan Minjak dan Gas Bumi Nasional Unit – I pada tanggal 8 Oktober 1968 yang ditandatangani oleh Ir. Soegianto Padmosoebroto (Manager Lapangan Produksi Peureulak/Djulo’ Rajeuk), inti pokok dari isi Memorandum tersebut; “Sementara menunggu penjelasan persoalan Tanah milik Amier Hoesin Al-Moedjahid yang dipakai P.N. Pertamina di Djulo’ Rajeuk, maka terhitung bulan Oktober 1968 P.N. Pertamina mengeluarkan 3.000 ltr Benzine setiap bulannya sebagai biaya Sewa Tanah, dengan catatan sewa tanah tersebut akan dipotong dari pembayaran Harga Tanah”.

Selama kepemimpinan Ir. Soegianto Padmosoebroto, Amier Hoesin Al-Moedjahid menyurati kembali P.N. Pertamina pada 20 Februari 1970 yang isinya permohonan pemberian Minyak dan Beras untuk 1 (satu) tahun dibayarkan sekaligus namun balasan yang diberikan oleh P.N. Pertamina (tertuang pada Surat bernomor: 0150/Ia – 3 – ’70, dikeluarkan di Rantau Pandjang 18 Maret 1970) hanya mengabulkan pembayaran 2 (dua) bulan saja.

Penantian seorang Djenderal terus berlanjut tanpa titik terang yang nyata mungkin juga beliau telah jenuh menunggu kepastian dari pihak P.N. Pertamina, lagi-lagi Amier Hoesin Al-Moedjahid mengirimkan surat kembali permohonan pembayaran sewa tanah yang tak kunjung selesai di 6 Oktober 1970, seperti sebelum-sebelumnya P.N. Pertamina Unit–I memberikan konpensasi untuk bulan Oktober dan November 1970 sebanyak 6.000 ltr Benzine yang tertuang dalam “NOTA” Nomor. 026/VI-10-1970 tertanggal 8 Oktober 1970 yang ditandatangani oleh Ir. Soegianto Padmosoebroto (Manager Lapangan Produksi Peureulak/Djulo’ Rajeuk).

Pembayaran pembelian tanah tersebut sampai detik ini bahkan tahun depan juga belum terselesaikan dengan tuntas dan juga tidak jelas konpensasi pembayaran Sewa Tanahnya.



*) Penulis adalah Direktur Eksekutif humaira institute – Aceh Tamiang
0 komentar more...

0 komentar

Posting Komentar

Looking for something?

Use the form below to search the site:

Still not finding what you're looking for? Drop a comment on a post or contact us so we can take care of it!

free counters